Tradisi tulis di Indonesia sudah ada sejak abad ke empat, yaitu sejak ditemukannya prasasti Yupa di Kalimantan Timur. Dalam buku Indonesian Palaeography, de Casparis menampilkan prasasti-prasasti yang terdapat di Indonesia sejak abad ke-4 sampai dengan abad ke-15 lengkap dengan penjelasan dan alih aksaranya. Kemudian pada abad ke 16–17 tradisi tulis terus berlanjut dengan media berbeda, yang semula teks ditulis pada batu, logam berupa prasasti, pada periode abad ke-16-17 teks ditulis di atas daun lontar atau dluwang dalam bentuk naskah. Berbagai tulisan dan aksara daerah dikenal dengan sebutan yang berbeda-beda, seperti hanacaraka, kaganga, ulu dan sebagainya. Demikian juga dengan huruf Arab yang tersebar dan mengalami penyesuaian bunyi di berbagai daerah di Indonesia sehingga dikenal dengan istilah yang berbeda-beda, seperti Jawi, pegon, serang dan sebagainya.
Pada masa penjajahan, naskah-naskah Indonesia banyak yang dibawa ke luar negeri, baik sebagai barang rampasan, upeti, hadiah atau dibeli. Dalam “Catalogue of Catalogue Malay Manuscripts” dan “Catalogue of the Catalogue of Javanese Manuscripts” dapat diketahui sejumlah naskah Indonesia terdapat di beberapa negara. Naskah kuno dapat dikatakan sebagai alat perekat bangsa. Ditinjau dari permasalahan yang terjadi sekarang ini dikarenakan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap kebudayaan warisan leluhur khususnya, padahal warisan leluhur berupa naskah/manuskrip banyak tersimpan kearifan lokal nusantara yang dapat memperkokoh persatuan bangsa. Perpustakaan Nasional RI saat ini tersimpan sebanyak 10.634 judul naskah. Naskah kuno sebanyak itu apabila dikaji, diteliti, dibedah dan dicermati oleh masyarakat secara luas akan ditemukan benang merah masa lampau sampai sekarang dan diharapkan akan tumbuh kembali kearifan manusia nusantara yang akan memupus kebencian, pertikaian antar etnis dan menggantinya dengan rasa persaudaraan untuk membawa perdamaian. Mahabharata adalah salah satu naskah koleksi Perpustakaan Nasional yang isi ceritanya memiliki penyebaran yang sangat luas, lintas bangsa, negara, masa dan terus menerus menginspirasi untuk ditulis, dipertunjukkan dan dikaji hingga saat ini. Mahābhārata disusun dalam bentuk dialog antara Raja Kuru, Dhritarashtra dengan Sanjaya, penasihat serta pengendara kereta perangnya. Sanjaya menceritakan tiap kejadian Perang Kurukshetra yang berlangsung selama 18 hari. Dhritarāshtra kadang bertanya dan ragu serta berkeluh kesah kepada putra, teman, dan sanak saudaranya karena mengetahui kerusakan yang akan diakibatkan oleh perang saudara. Cerita Bharata Yudha sebagai puncak cerita Mahabharata sangat diminati oleh masyarakat Indonesia. Mahabharata adalah sebuah cerita/epos kepahlawanan. Kisah tentang jatuh bangunnya kebudayaan dan peradaban menusia serta kisah perseteruan antara yang benar dengan yang salah. Mahabarata menceritakan tentang cahaya Ilahi melawan kegelapan. Selain berisi cerita kepahlawanan (wiracarita), Mahabharata juga mengandung nilai-nilai agama dan mitologi. Mengupas cerita Mahabharata adalah sebagai upaya untuk mempersatukan bangsa, karena perseteruan antara yang benar dengan yang tidak benar pada akhirnya yang akan menjadi langgeng dan tetap jaya adalah yang benar, yaitu orang yang memiliki sifat-sifat yang benar dan dapat diterima di lingkungannya.
Berdasarkan Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, Bab VII, Pasal 21, ayat 3a menyatakan bahwa Perpustakaan Nasional bertanggung jawab mengembangkan koleksi nasional untuk melestarikan hasil budaya bangsa. Adapun maksud dan tujuan diadakan kegiatan ini adalah: Pertama, sebagai bentuk tanggung jawab Perpustakaan Nasional RI dalam rangka peningkatan pengelolaan dan promosi koleksi naskah yang tersimpan di Perpustakaan Nasional RI sebagai ingatan kolektif bangsa. Kedua, untuk melestarikan naskah sebagai khasanah budaya bangsa dalam berbagai kegiatan yang melibatkan partisipasi masyarakat luas, sehingga diharapkan dapat terus tumbuh dan berkembang kearifan lokal nusantara.
Festival Naskah Nusantara terdiri atas rangkaian kegiatan Seminar, Pameran, Workshop, Lomba dan Pertunjukan.
Tema kegiatan adalah Mahabharata sebagai Epos Kepahlawanan Sepanjang Zaman
Kegiatan Festival Naskah Nusantara akan dilaksanakan pada tanggal 14 sampai dengan 17 September 2015 di Aula, Ruang Teater, dan halaman parkir Perpustakaan Nasional RI, Jalan Salemba Raya No, 28 A.
(Sanskerta: भीष्म, Bhīshma) adalah salah satu tokoh utama dalam wiracarita Mahabharata. Ia merupakan putera dari pasangan Prabu Santanu dan Dewi Gangga. Ia juga merupakan kakek dari Pandawa maupun Kurawa.
(Dewanagari: कृष्ण; IAST: kṛṣṇa; dibaca [ˈkr̩ʂɳə]) adalah salah satu dewa yang dipuja oleh umat Hindu, berwujud pria berkulit gelap atau biru tua, memakai dhoti kuning dan mahkota yang dihiasi bulu merak.
(Dewanagari: भीम; IAST: Bhīma) atau Bimasena (Dewanagari: भीमसेन; IAST: Bhīmaséna) adalah seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia merupakan putra Kunti, dan dikenal sebagai tokoh Pandawa yang kuat, bersifat selalu kasar dan menakutkan bagi musuh,[1] walaupun sebenarnya berhati lembut.
Dewanagari: अर्जुन; IAST: Arjuna) adalah nama seorang tokoh protagonis. Ia dikenal sebagai anggota Pandawa yang berparas menawan dan berhati lemah lembut. Dalam Mahabharata diriwayatkan bahwa ia merupakan putra Prabu Pandu, raja di Hastinapura dengan Kunti atau Perta, putri Prabu Surasena, raja Wangsa Yadawa di Mathura.
Rincian rangkaian kegiatan Festival Naskah Nusantara yang diselenggarakan dari tanggal 14 - 17 September 2015:
(Sanskerta: दुर्योधन; Duryodhana) atau Suyodana adalah tokoh antagonis yang utama dalam wiracarita Mahabharata, musuh utama para Pandawa. Duryodana merupakan inkarnasi dari Iblis Kali. Ia lahir dari pasangan Dretarastra dan Gandari. Duryodana merupakan saudara yang tertua di antara seratus Korawa. Ia menjabat sebagai raja di Kerajaan Kuru dengan pusat pemerintahannya di Hastinapura.
(Dewanagari: कर्ण; IAST: Karṇa), alias Radeya (Dewanagari: राधेय; IAST: Rādheya) adalah nama Raja Angga dalam wiracarita Mahabharata. Ia menjadi pendukung utama pihak Korawa dalam perang besar melawan Pandawa. Karna merupakan kakak tertua dari tiga di antara lima Pandawa: Yudistira, Bimasena, dan Arjuna.
atau Duhsasana (ejaan Sanskerta: Duśśāsana) adalah nama seorang tokoh antagonis penting dalam wiracarita Mahabharata. Ia merupakan adik nomor dua dari Duryudana, pemimpin para Kurawa, atau putra Raja Drestarasta dengan Dewi Gendari.
atau yang dalam ejaan Sanskerta disebut Shakuni (Dewanagari: शकुनि; IAST: Śakuni) atau Saubala (patronim dari Subala) adalah seorang tokoh antagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia merupakan paman para Korawa dari pihak ibu. Sangkuni terkenal sebagai tokoh licik yang selalu menghasut para Korawa agar memusuhi Pandawa.
Jl. Salemba Raya 28A
Jakarta Pusat 10430, Indonesiat
info@perpusnas.go.id
Free Call 0800-1-737787 (0800-1-PERPUS) Nomor SMS Jasa Layanan 0812 9000 0880